Minggu, 13 Maret 2016

Apa itu?



Seperti biasa sehabis mengaji aku selalu main ke rumah nenekku, jarak rumah nenekku tidak begitu jauh dari rumah dan tempatku mengaji berada. Waktu itu aku masih berumur 6 tahun, namun kejadian ini masih sangat aku ingat.


            Selesai mengaji tepat pukul 8 malam, aku selalu dijemput oleh mama dan langsung menuju rumah nenekku. Seperti biasa disana selalu ramai, dan di rumah nenekku tinggal terdapat 2 keluarga didalam satu rumah, makanya selalu ramai. Belum lagi salah satu om aku yang selalu rapat di rumah dan selalu ada beberapa temannya.


            Aku selalu bermain dengan kakak sepupu beserta adiknya, tetapi untuk malam ini aku tidak dapat bermain dengan mereka karena ternyata mereka sudah tidur. Alhasil aku hanya bermain dengan salah satu tanteku, tante Oty namanya. Tanteku yang satu ini sangat lucu dan selalu membuatku tertawa. Bahkan kadang ia suka menginap untuk menemani aku dan mamaku di rumah ketika ayah pergi keluar kota untuk urusan pekerjan.


            Entah kenapa malam itu rasanya aku menginginkan permen karet, dan aku merajuk ke tante Oty untuk dibelikan. Tanpa menunggu aku menangis untuk mendapatkan permen karet akhirnya dia mau membelikannya. Dan saat mau berangkat mamaku menghampiri kami, “mau kemana? Udah jam segini mau jalan-jalan?”

“gak, ini Riri minta jajan, minta permen karet.” Jawab tanteku.

“mau beli dimana?”

“mau beli di warung bawah, warungnya bang Parjo.”

“yaudah aku ikut juga deh, sekalian beli teh buat di rumah.”

***
            Akhirnya kami pergi ke warung. Waktu malam itu jalan cukup gelap, hanya ada beberapa lampu jalan yang menerangi. Daerah rumah nenekku seperti perkampungan, tetapi kalo dilihat sekilas seperti komplek rumah, karena rumah disana tertata dengan rapih dan rumahnya juga bagus-bagus.


            Jarak dari rumah nenek ke warung tidak memakan waktu lama, karena letaknya cukup dekat. Keluar dari rumah nenek kami harus jalan lurus, dan bertemu perempatan kami harus belok ke kanan yg jalannya agak menurun dijalan yang agak menurun ini penerangannya sangat kurang, karena hanya ada lampu jalan di perempatan sebelum jalan menurun dan yang satu lagi terdapat di perempatan jalan didekat warung bang Parjo.


            Dijalan agak menurun ini terdapat lapangan volly disebelah kiri, dan didekatnya terdapat kebon besar yang terdapat beberapa pohon yang cukup besar; beberapa pohon bambu, pohon pisang, dan pohon rambutan. Disebelah kanan terdapat posyandu, didekatnya juga terdapat kebon tetapi tidak sebesar yang didekat lapangan volly. Kebon tersebut terdapat beberapa pohon yang cukup besar; ada pohon rambutan, pohon pisang, pohon nangka, pohon alpukat.


***
            Akhirnya kami sampai ditujuan, kami langsung mengambil apa saja yang memang ingin kami beli. Letak warung bang Parjo tepat di perempatan sesudah jalan menurun, dan tepat dibawah lampu jalan. Diseberang warungnya adalah kebon yg didekat lapangan volly, sangat gelap jika melihat keseberang warung.


            Setelah selesai membeli kami langsung kembali ke rumah nenek, dan saat jalan pulang aku sambil memakan permen karetku. Jalanan kembali menjadi cukup gelap, saat jalan pulang kini posisi lapangan volly dan keon cukup besar berada disebalah kanan, begitupun sebaliknya posisi posyandu.


            Saat jalan pulang aku merasa ada yang aneh. Tepat di kebon lapangan volly, seperti ada yang memperhatikan dari jauh. Tapi aku tidak memperdulikan, toh siapa yang sedang memperhatikan didalam kebon malam-malam begini?


            Semakin lama rasanya yang memperhatikan semakin dekat, dan aku pun menoleh kearah kebon. Yang aku lihat hanya sebatas bayangan seseorang, tapi.. kalau diperhatikan bukan seperti seseorang yang aku kenal. Aku berhenti jalan seketika, saat jalan pulang aku digandeng oleh mama, dan mama pun ikut berhenti jalan begitu pula tante Oty.


            Aku masih menoleh dan menatap lebih serius kearah kebon, bayangan tersebut tepat dibelakang pohon pisang.

“kenapa? Ko berenti? Mau digendong?” tanya mama.

“Gak, ma gak. Itu loh ma, siapa sih?”

“siapa? Siapa maksud kamu?” tanya tante Oty sambil ikut menoleh kearah kebon, dan mama ikut menoleh. “Gak ada siapa-siapa ah, gelap begitu. Ngaco aja kamu.” Tambahnya.


“Ih itu loh ma, tan, ada yang ngumpet dibelakang pohon pisang yang itu,” jawabku sambil menunjuk kearah pohon pisang, mama dan tanteku keheranan dengan apa yang aku bilang. Akhirnya mereka kembali memperhatikan kearah kebon dan lebih memperhatikan kearah yang aku tunjuk. “dia dari tadi kayak ngeliatin kita terus tau pas kita abis jajan, tapi aku gak kenal dia siapa.”


“Emang yang kamu liat kayak apa?” tanya tanteku yang tambah bingung, tetapi wajah mama dan tanteku terlihat ketakutan menurutku. Mata mereka saling pandang dan bebarengan memandangku.
“matanya melotot gitu, tapi merah terang kayak ada apinya. Mukanya kotor kayak kena tanah tapi kayak ada merah-merah dimukanya. Yang merah dimukanya apa?” jawabku santai sambil memperhatikan yang ‘mengumpat’ itu.
 
“serius? Dia pake baju apa?” tanya tanteku penasaran.

“bajunya aneh, kayak dibuntel-buntel gitu udah gitu ditengahnya diiket pake tali. Oh iya! Diatas kepalanya juga dikuncir. Tapi.. ko serem ya? Aku takut..”

“kamu takut kenapa?” 

“itu, dia melotot ke aku. Dia jalan pelan kearah kita. Aku takut.. mukanya serem.. matanya melotot.. tambah merah matanya.. dia kayak di film horror yang lompat-lompat itu loh ma, tan, apa tu namanya?”

“POCONG!! LARIIIIIII..!!” teriak mama dan tanteku berbarengan. Ketika mereka aku langsung digendong oleh tanteku. 

Aku tidak mengerti apa yang diteriaki mama dan tanteku tadi. Aku bingung.

***
            Sesampainya di rumah nenek, mama dan tanteku tergopoh-gopoh. Nafas mereka berat, seperti seseorang yang tengah ikut lomba lari. Omku dan beberapa tamunya kebingungan melihat tingkah kami, khususnya melihat mama dan tanteku.

“kenapa? Kok lari-larian gitu kayaknya lo pada?” tanya omku.

“ itu bang, anu, Riri.. Riri bang, liat itu..” jawab tanteku.

“liat apaan Riri?”

“LIAT POCONG!!” jawab mama dan tanteku.

“ha? Pocong? Dimana?”

“di kebon lapangan volly, dibalik pohon pisang dia liatnya tadi. Makanya kita lari sambil gendong Riri.” 

“lah? Kok bisa ketemu kayak begituan? Kok bisa liat Riri?”

“gak tau gue bang, gak tau. Yang penting kita udah sampe sini.. udah sampe rumah aja Alhamdulillah banget.” Jawab tanteku yang masih setengah ketakutan.


            Omku memperhatikan aku dengan bingung, mungkin didalam pikirannya: ini anak kok bisa liat pocong?

 
Aku yang saat itu masih kecil tidak mengerti apa pocong itu, apakah berbahaya atau tidak, apakah jahat atau tidak. Yang aku tahu saat itu hanya satu, pocong itu: MENAKUTKAN!

***
Hingga sekarang aku tidak tahu siapa yang ada ‘dibaliknya’, entah aku kenal atau tidak. Atau mungkin ‘dia’ ingin menyampaikan sesuatu? Entahlah..

END

Hello, Darkness..



Sebelum aku memulai semua kisahku yang aku alami sejak kecil hingga sekarang, sejujurnya aku sangat berterimakasih dengan salah satu temanku, panggil saja dengan Willona.


Berkat curhat yang cukup panjang disalah satu foodcourt sebuah mall, akhirnya aku memiliki titik terang tentang semua kisahku ini. Seperti harus mempunyai keberanian untuk mengingat semua kejadian yang aku alami, memberanikan diri beberapa malam untuk mengetik (karna saat malam aku merasa tenang dan tidak ada gangguan dari orang rumah), dan yang paling penting; semua yang aku ceritakan disini nyata –tidak ada yang dikurangi atau dilebih-lebihkan.


Untuk selingan dari beberapa kisahku, aku akan menshare beberapa film horor yang menurutku bagus dan beberapa urband legend yang mungkin sudah pernah kalian baca atau dengar.


Sekali lagi aku benar-benar berterimakasih.. Terimakasih ya, Willona..


Dan, salam Darkness untuk semua yang sudah berkenan untuk membaca semua kisahku mulai sekarang yang setiap minggunya akan kushare..


Kita mulai dengan kisahku yang pertama..
Salam Darkness..

Minggu, 28 Februari 2016

Hallo..

hallo, kalian suka sendirian?


ya, kalian memang sendiri. tapi tidak benar-benar sendiri..


coba kalian peka sedikit dengan lingkungan sekitar..


pasti kalian merasa dengan 'mereka'..


yang selalu ada dengan kalian ketika kalian menyebutnya dengan 'sendiri'..